ANGIN SANTRI BARU

Melepas anak masuk pesantren memang membutuhkan waktu dan kesiapan mental bagi orang tua. Harus rela melepas buah hati yang kita sayangi, demi kebaikan mereka menuntut ilmu dan mencintai Al-Quran, sesuai doa dan harapan. 

Dulu, diawal menyekolahkan anak ke ponpes, meninggalkan anak-anak adalah momen yang paling mendebarkan. Kami tidak pernah bisa menebak, apakah akan berpisah dengan perasaaan senang atau tetap ada air mata yang tertumpah? Semuanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang dapat menduga, siapa yang akan memulai rasa 'sentimentil' lebih dulu, apakah anak atau orang tua. 

Sebagai orang tua, tentu kami dituntut untuk tegar. Walau pun kadang benteng pertahanan kami runtuh juga, untuk tidak sedih saat harus meninggalkan mereka.  Pernah ada kisah menarik. Semua sudah kami persiapkan dari rumah. Membuat kesepakatan akan berpisah dengan baik-baik, tidak ada isak dan airmata. Sedihnya di rumah saja, jangan di pendopo pesantren. Karena sudah direncanakan, semua berjalan dengan baik. Saat tangan kami saling melambai berpisah, dan si Sulung memalingkan badan untuk melangkah masuk ke dalam asrama. Tetiba sentimen saya malah membuncah.

"Ayah macam apa kamu ini? Tega sekali membiarkan putrinya diasuh orang lain!"

Kurang lebih begitu umpatan yang terngiang-ngiang di kepala saya saat itu. Sambil menyetir saya hanya bisa terdiam, memikirkan perpisahan tadi. Saat roda bergulir jauh meninggalkan kawasan ponpes, air mata tidak terbandung lagi. Namun setelah menyadari, bahwa jalan yang kami tempuh adalah bagian dari ikhtiar ketaatan kami, hati pun terasa lapang kembali. 

Seiring berjalannya waktu, kami selalu dapat mengatasi rasa tersebut. Sudah 'lulus', menghadapi momen perpisahan di ponpes. 'Waktu' adalah jawaban paling mujarab, yang dapat membentuk keteguhan kami untk melewati semuanya. Seiring berjalannya waktu, kini setiap momen perpisahan yang kami jalani dengan rasa untuk saling menyemangati.   

Memasuki tahun ke-8, tiap awal bulan Juli, perpisahan kembali harus kembali terjadi. Bisanya setelah kami melewati perjalanan bersama seharian, di pendopo ponpes, kami kembali berkumpul, sekadar menjalani ritual perpisahan. Seringnya kami lakukan malam, selepas sholat Isya. Setelah menitipkan pesan, kami berpamitan untuk kembali ke Jakarta. 

Pada momen tersebut ada yang selalu saya ingat. Memasuki musim kemarau, angin gunung Ciremai biasanya berembus dengan kencang Semilirnya terasa dingin, bahkan kadang mampu menusuk tulang. Saya menyukai hawa pada saat itu. Tentu terasa sangat sejuk dan tidak bisa saya dapatkan saat kembali ke Jakarta. 

"Angin santri baru!" Begitu istilah anak-anak pondok menyebutnya. Angin gunung yang berembus ini, seakan jadi tanda untuk menyambut santri-santri baru yang baru saja datang dari tempat tinggalnya masing-masing. Selamat memasuki kehidupan pondok pesantren yang sangat  mulia ini. Angin santri baru menjadi simbol energi positif, yang menyambut kehidupan santri di sana. 

Tahun ini kami tidak mengantar si Kembar kembali ke ponpes. Mereka sudah kembali ke ponpes pekan lalu, bersama rombongan teman-temannya. Si Kembar diamanahkan untuk menjadi panitia penyambutan santri baru. Itu artinya jatah liburan mereka terpotong sepekan, karena harus mengurus kedatangan adik-adik kelasnya. 

Memasuki tahun akhir belajar di ponpes, mereka sudah semakin mandiri dalam hal kepergian dan kepulangan. Pergi dan pulang ponpes bersama teman-teman, bagi mereka sama nikmatnya, jika dibandingkan ditemani kami, keluarganya. Transportasi yang mereka pilih, biasanya naik kereta. Atau sesekali mereka janjian untuk menumpang bila ada salah satu wali santri yang datang untuk mengantar ataupun menjemput ke ponpes. 

"Abi, selesai jadi panitia penerimaan santri baru, aku dan teman-teman mau ke Majelengka, ya. Kita semua janjian di sana!" ijin si Kembar beberapa waktu lalu. Tentu saya mengijinkan, karena memang sudah sesuai dengan aturan perijinan yang diberlakukan. Rasanya senang anak-anak lebih madiri dalam memenuhi kebutuhan mereka sekarang. Kami tidak lagi melewati masa-masa sulit dalam perpisahan. Malah sebaliknya. Saat si Kembar mengirimkan photo kegitannya kemarin, kami ikut senang melihat keceriaan yang ditampilkan dalam foto tersebut. 






Rupanya si Kembar ikut arung jeram bersama teman-temannya. Karena selama liburan panjang kemarin, kami malah sulit mencocokan jadwal libur untuk dapat rekreasi bersama. Alhamdulillah, keceriaan kalian itu Allah berikan kepada kalian bersama teman-teman. Itu adalah hadiah, saat kalian konsekwen menerima tugas dengan ikhlas dari ponpes untuk terlibat dan menjadi panitia penerimaan santri baru.  Selamat menikmati angin santri baru di sana, Dek!

- - - 


Di tempat berbeda dan dalam waktu yang hampir bersamaan, kami juga mengantar Princess Puhcil kembali ke ponpes. Ia juga tidak kalah semangat. 

"Aku datang ke ponpes malam saja, ya. Biar tidak bersamaan dengan anak-anak yang baru!" pintanya, bukan perkara yang sulit untuk kami penuhi. Selamat jadi senior di ponpes ya, Puhcil! Kami tahu, kamu akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik di sana.

Alhamdulillah. Libur telah usai. Semoga dimudahkan dalam mencari ilmu di tempat kalian masing-masing. Kami percaya, bahwa Allah telah menunjukkan jalan kesuksesan kalian semua. Doa dan ikhtiar adalah kuncinya. Semoga kalian dapat mencapai jalan kesuksesan tersebut, di dunia dan akhirat. Aaminn.

Selamat kembali belajar!  

0 Response to "ANGIN SANTRI BARU"

Post a Comment