Kolom Ayah : Sepotong Kue Kebaikan

Anak jalanan yang bercita-cita menjadi ustad 'besar' turun dari panggung sambil menangis. Ia keliru saat hafalan Al-Qur'an surat Abasa yang ia lafadzkan, tersambung ke surat Al-A’la. Ibu Gubernur yang menyaksikan kejadian tersebut,  segera beranjak dan menghampiri si bocah. Dengan penuh rasa sayang ia merangkul dan menuntun si bocah kehadapan bapak Gubernur. Pak Gubernur, dengan kharismanya juga menyambut si bocah.

"Sudah bagus kok, hafalannya. Hanya sedikit saja ada yang lupa. Waktu kecil dulu, bapak juga pernah lupa hafalan Al-Qur'an. Tapi setelah itu bapak  jadikan itu sebagai motivasi, supaya hafalanya tidak lupa lagi," hibur Pak Gubernur, menyejukkan. Sebuah penghormatan yang luar biasa, yang akhirnya terekam dalam kenangan si bocah.

Kurang lebih demikian kejadian yang tergambar dalam benak saya, saat membaca sebuah tautan di  facebook. Membacanya, membuat ingatan kembali berputar, saat saya masih seumuran bocah  tersebut. Saat itu, saya ada dalam barisan jamaah yang bersalam-salaman, setelah sholat subuh di masjid. Tidak terpikir jika saya akan disambut dan disapa oleh Ustad, imam masjid saat itu. Jamaah lain menoleh dan tersenyum melihat kejadian tersebut.

”Subhanallah. Semoga jadi anak soleh, Nak!” sapa Ustad, sambil merangkul dan mengusap-usap ubun-ubun saya. Wajah Ustad, menyiratkan kebanggan, karena ada bocah yang bagun subuh kala itu. Energi positif yang ustad pancarkan akhirnya terekam di alam bawah sadar, hingga saya dewasa. Jika melewati masjid itu, saya selalu ingat Ustad tersebut. Sepotong senyum dan sapa yang Ustad berikan, khusus kepada  saya.


- - -

Duhai, para Ayah. Anak-anak adalah mahluk yang paling jujur. Sikapnya yang polos dan ingatannya yang tajam, dapat merekam segala kejadian kebaikan yang ada disekilingnya. Ruang kosong dalam memorinya itu adalah bagian terpenting yang harus diisi dengan potongan-potongan kebaikan. Potongan-potongan kebaikan itu akan menjadi bagian yang akan membentuk kepribadiannya.

Bagaikan sebuah potongan kue yang lezat. Potongan kue itu akan terus dikenang, bila diberikan pada waktu yang tepat dan dihias dengan sapa yang menawan. Jadi, mari membungkus kue-kue kebaikan itu dengan kemasan istimewa.

Wajah yang tulus, dekapan yang hangat, serta tutur kata yang lembut, adalah wujud kemasan istimewa. Maka persiapkanlah kue-kue kebaikan itu dalam diri ayahanda sekalian. Hingga pada saat yang tepat, Ayah bisa memberikan potongan kue kebaikan itu, di mana dan kapan pun berada.



Artikel ini telah dimuat di majalah Ummi


0 Response to "Kolom Ayah : Sepotong Kue Kebaikan"

Post a Comment